Minggu, 08 Agustus 2010

Auditing

Auditing adalah jasa yang diberikan oleh auditor dalam memeriksa dan mengevaluasi laporan keuangan yang disajikan perusahaan klien. Pemeriksaan ini tidak dimaksudkan untuk mencari kesalahan atau menemukan kecurangan, walaupun dalam pelaksanaannya sangat memungkinkan diketemukannya kesalahan atau kecurangan. Pemeriksaan atas laporan keuangan dimaksudkan untuk menilai kewajaran laporan keuangan berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (Agoes, 2004).

Auditing / pemeriksaan akuntansi bertujuan memberikan nilai tambah bagi laporan keuangan perusahaan, karena tujuan akhir auditing adalah memberikan pendapat mengenai kewajaran posisi keuangan suatu perusahaan. Auditing merupakan salah satu bentuk atestasi. Atestasi adalah merupakan suatu komunikasi tertulis yang menjelaskan suatu kesimpulan mengenai realibilitas dari asersi tertulis yang merupakan tanggung jawab dari pihak lainnya. Disamping itu auditing juga merupakan salah satu bentuk jasa assurance (Agoes, 2004).

Sebagai Ilmu pengetahuan, pengertian auditing sendiri telah dirumuskan oleh beberapa akademisi. Stamp dan Moonitz (1978), dalam Suharli (2000), mendefinisikan : “An Audit is an independent, objective and expert of a set of financial statements of an entity along with all necessary suporting evidence. It is conducted with a view to expressing an informed and credible opinion, in a written report as to wether the financial position and progress of the entity/fairly, and in accordance with generally accepted accounting principles.”

Definisi ini dapat diartikan : audit adalah pengujian yang independen, objektif dan mahir atas seperangkat laporan keuangan dari suatu perusahaan beserta dengan semua bukti penting yang mendukung. Hal ini diarahkan dengan maksud untuk menyatakan pendapat yang berguna dan dapat dipercaya dalam bentuk laporan tertulis, seperti apakah laporan keuangan menggambarkam posisi keuangan kemajuan dari suatu perusahaan secara wajar dan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Lain halnya Konrath (2002) melihat audit sebagai suatu proses sistematik dalam memperoleh dan mengevaluasi asersi manajemen. Beliau mengungkapkan : “Auditing is a systematic process of objectively obtaining and evaluating evidence regarding assertions about economic actions and events to ascertain the degree of correspondence between those assertions and established criteria and communicating the result to interested users.”

Arens et. al. (2003) melihat audit dari pelaksana yang digambarkan sebagai pihak yang kompeten dan independen. Mereka mengungkapkan : “Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person.”

Sedangkan, menurut Tuanakotta (1982) adalah: Pemeriksaan akuntan (auditing) pada dasarnya mempunyai bentuk analitis yakni memecah-mecah atau menguraikan informasi yang ada dalam ikhtisar keuangan untuk mencari pembuktian yang dapat mendukung pendapat akuntan mengenai kelayakan penyajian informasi tersebut.

Dari berbagai definisi diatas, terdapat beberapa karakteristik dalam pengertian auditing yaitu :
1. Informasi yang dapat diukur dan kriteria yang telah ditetapkan
Dalam proses pemeriksaan, harus ditetapkan kriteria- kriteria informasi yang diperlukan dan informasi tersebut dapat diverifikasi kebenarannya untuk dijadikan bukti audit yang kompeten.
2. Entitas Ekonomi (Economy Entity)
Proses pemeriksaan harus jelas dalam hal penetapan kesatuan ekonomi dan periode waktu yang diaudit. Kesatuan ekonomi ini sesuai dengan Entity Theory dalam Ilmu Akuntansi yang menguraikan posisi keuangan suatu perusahaan terpisah secara tegas dengan posisi keuangan pemilik perusahaan tersebut.
3. Aktivitas Mengumpulkan dan Mengevaluasi Bahan Bukti
Proses pemeriksaan selalu mencakup aktivitas mengumpulkan dan mengevaluasi bukti yang dianggap kompeten dan relevan dengan proses pemeriksaan yang sedang dilakukan. Diawali dari penentuan jumlah bukti yang diperlukan sampai pada proses evaluasi atau penilaian kelayakan informasi dalam pencapaian sasaran kegiatan audit.
4. Independensi dan Kompetisi Auditor Pelaksana
Auditor pelaksana harus mempunyai pengetahuan audit yang cukup. Pengetahuan (knowledge) itu penting untuk dapat memahami relevansi dan keandalan informasi yang diperoleh. Selanjutnya informasi tersebut menjadi bukti yang kompeten dalam penentuan opini audit. Agar opini publik tidak biasa maka pihak auditor dituntut untuk bersikap bebas (independen) dari kepentingan manapun. Independensi adalah syarat utama agar laporan audit objektif.
5. Pelaporan Audit
Hasil aktivitas pemeriksaan adalah pelaporan pemeriksaan itu. Laporan audit berupa komunikasi dan ekspresi auditor terhadap objek yang diaudit agar laporan atau ekspresi auditor tadi dapat dimengerti maka laporan itu harus mampu dipahami oleh penggunanya. Artinya laporan ini mampu menyampaikan tingkat kesesuaian antara informasi yang diperoleh dan diperiksa dengan kriteria yang telah ditetapkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar